Sunday 18 August 2013

Bukan karena Hujan

Minggu, 18 Agustus 2013

Hari ini, berawal dari tak terprogramnya acara sebelum tidur semalam tadi. Alhasil hidup pun terasa tak teprogram jua. Biasanya memang sebelum tidur itu saya menyebutkan aktivitas saya esok hari dan berdoa untuk dibangunkan awal waktu. Tapi semalam ini tidur ya tidur ajah. Fatal sekali memang kebiasaan baik yang bablas karena sistem "tar-sok" hehehehehe........ 

Oh iya, saya punya cerita nih. Cerita singkat ajah kok, gak tau kenapa jadi suka nulis dan numpahin semua lewat cerita. Walau sedikit gak nyambung, tapi tumpahin ajah lah dari pada luber gak ketampung. Simak yaaaa... 

"Bukan karena H U J A N"

Damona memang tak terlihat seperti biasanya. Gadis yang selalu periang ini terlihat murung sepanjang malam selama tiga hari ini. Sang ibunda yang memperhatikan sikap Damona yang semakin pemurung itu semakin khawatir, "Pasti ada apa-apanya deh dengan anak ini" fikirnya dalam hati. Tapi, didepan ibunda dan sang ayah Damona selalu menutupi rasa sedih dan murungnya itu. Namun itu semua terlihat "garing" dari tatapan ibunda dan ayah Damona.


Ibunda yang tak tega melihat anak gadis satu-satunya yang periang itu jadi pemurung selama tiga hari ini pun beranikan diri untuk bertanya dengan Damona. "Sayang, jika memang ada sikap ibu yang tidak berkenan dihatimu, katakanlah apa itu. Ibu minta maaf sayang, jika ada sikap ibu yang membuatmu sampai semurung ini." ucap ibunda. Damona yang terdiam dikamar berubah menjadi bingung dan terlihat salah tingkah. "Damona, ibu melahirkanmu itu butuh perjuangan keras, masa untuk mengungkapkan kemurunganmu harus dengan perjuangan seperti ibu melahirkan? Damona kan tahu, ibu ada untuk Damona, begitu juga sebaliknya", ucap ibu kembali. Damona menarik nafas dalam-dalam dan mulai menatap sang ibunda.

"Ibu, tiada yang salah dari semua sikap ibu kepadaku. Tiada yang bisa mengorbankan rasa sakitnya ibu saat melahirkan aku. Tiada daya untuk menyalahkan ibu atas kemurunganku ini. Aku hanya sedikit sedih ibu", jawab Damona dengan nada halusnya. "Baiklah, kalau tiada yang salah pada ibu, lalu apa yang membuatmu sampai murung seperti ini? Tidak biasanya putri periang ibu ini murung sampai larut dalam tiga hari. Ayo cerita, mungkinn ibu bisa bantu, sayang" ucap ibu sambil membelai rambut Damona.

"Ibu, usiaku sudah tujuh belas tahun. Aku juga sudah mulai dewasa. Sekolahku juga selama ini tidak bermasalah. Dan teman-temanku juga baik-baik. Ibu, hingga saat ini aku masih belum bisa berbuat apa-apa untuk kalian semua. Aku masih manja, masih cengeng, masih harus disuruh, dan masih sering mengecewakan kalian" jawab Damona datar. 

"Hm, lalu? Masa hanya karena kamu belum bisa berbuat apa-apa buat kita kamu bisa semurung ini? Masih belum bisa jujur dengan ibu?", tanya ibu kembali.

"Ibu, apakah sikap manja, cengeng, dan sikap lain yang aku punya itu yang menyebabkan aku sampai sekarang tidak punya kekasih? Aku iri bu dengan teman-temanku lainnya yang suka jalan-jalan sama kekasihnya ke mall, ke toko buku, ke bioskop. Aku lihat juga teman-temanku dewasa sekali kalau didepan kekasihnya. Bahkan mereka terlihat sempurna kalau sedang berdua.", jawab Damona.

"Well, ibu sekarang mengerti. Anak ibu ini lagi jatuh cinta ternyata. Damona, kamu sekolah SD berapa lama?", tanya ibu.

"Hm, enam tahun bu, SMP tiga tahun, dan SMA sedikit lagi lulus", jawab Damona.

"Saat kamu SD kamu melihat temanmu punya kekasih?", tanya ibu.

"Tidak, mereka semua berteman. Waktu SMP pun begitu. Di SMA juga teman-temanku sendiri-sendiri meski ada beberapa yang punya kekasih, bu", jawab Damona.

"Terus, kalau mereka punya kekasih, mereka jalan-jalan ya?", tanya ibu.

"Iya, mereka jalan-jalan. Nanti ke mall, makan, ke bioskop, kemana ajah deh", jawab Damona.

"Sekarang ibu tanya, kalau ibu dan ayah sering ngajak kamu ke mall gak?", tanya ibu.

"Iya, pastinya bu kalau ayah habis gajian", jawan Damona sambil tertawa kecil.

"Lalu, ibu dan ayah waktu itu pernah ngajak kamu nonton bioskop kan? Kalau gak salah Harry Potter kesukaan kamu deh", ucap ibu.

"Iya bu, waktu itu kita nontonnya hampir telat ya, bu. Untung masih ada tiket dan bangku kosong", jawab Damona sambil mesem-mesem.

"Lalu, kita juga kan sering makan diluar, jalan-jalan waktu itu ke Jogja, ke Bali, ke Singapura, lalu kemana lagi ya?", tanya ibu.

"Ke monas bu", jawab Damona sambil tertawa.

"Nah, bukankah ibu dan ayah ini kekasihmu juga? Malahan, rasa kasih sayang ibu dan ayah ini lebih besar tanpa kamu harus kecewa. Coba lihat teman-temanmu yang sudah punya kekasih. Kebanyakan dari mereka jalannya hanya berdua saja, kan?" ucap ibu.

"Iya, mereka selalu jalan berdua, serasa dunia milik mereka yang lain ngontrak", jawab Damona.

"Sayang, kekasih yang baik itu bukan mengajak kamu jalan berdua. Tapi mengajak keluarga jalan bersama. Kekasih yang baik itu bukan hanya mengajak nonton bioskop, tapi mengajak kamu nonton realita kehidupan sesungguhnya. Kekasih yang baik itu makannya bukan hanya berdua, tapi bersama-sama dengan keluarga besarnya", jawab ibu.

Damona akhirnya mengerti maksud ibunda. Sambil tiduran diteras dipangkuan paha ibunda, Damona merasa sedang bersama kekasih yang selalu menyayanginya.

"Damona putri ibu yang cantik, ada saatnya kamu merasakan cinta dari seorang pangeran yang berani datang kepada keluarga ini untuk meminang kamu. Yang serius untuk menyayangimu dan bukan menerima kamu apa adanya, tapi pangeran yang mau membantu kamu meraih versi terbaik kamu. Bukan pangeran yang hanya ngajak kamu jalan, kebioskop, makan, setelah itu kamu ditinggalkan dan kecewa kemudian", ucap ibu.

"Ibu, ternyata kemarin itu aku hanya memburu egoku untuk bisa seperti teman-temanku yang sudah punya kekasih. Andaikan aku tidak cerita ke ibu, mungkin aku sudah dikecewakan nantinya ya. Oh, iya, ayah pernah gak mengecewakan ibu?", tanya Damona.

"Ayah? Pernah. Dia mengecewakan ibu saat malam kedua pernikahan. Ayahmu itu ditelfon sama bosnya untuk segera ke Jerman, dan ayah meng-iya-kan amanah dari bosnya. Saat mau pergi ayahmu itu cuek saja seperti tidak mengerti perasaan ibu. Ibu merasa ayahmu terlalu mementingkan pekerjaannya. Ibu akan ditinggalkan selama 3 hari. Tapi belum sempat sehari, ayahmu pulang lagi. Tahu tidak, ayahmu rela hujan-hujanan demi ibu.", ucap ibu.

"Wah, pasti ayah gak mau ninggalin ibu, ya? Sampai rela hujan-hujanan begitu", tanya Damona.

"Bukan sayang, bukan karena hujan-hujanannya. Tapi karena kedatangan ayahmu itu membawa dua tiket yang ternyata hadiah dari bosnya untuk pernikahan ayah dan ibu. Kekecewaan ibu berubah menjadi rasa senang. Dan akhirnya kita berdua berangkat ke Jerman besok harinya, semua fasilitas ditanggung perusahaan kantor ayahmu itu.", jawab ibu sambil tersenyum.

"Oh,, ternyata ibu salah sangka sama ayah, toh. Hehehehe", jawab Damona sambil tertawa.

"Iya, ibu sudah buruk sangka duluan sama ayah kamu, ternyata itu kado. Sampai saat ini ayahmu itu selalu saja buat kejutan untuk ibu. Nah, makanya ibu mau kamu juga mendapatkan seorang pangeran seperti ayahmu. Yang selalu membuat kejutan tiap harinya, yang jika ibu berbuat salah dia malah merayu ibu untuk tersenyum dan malah selalu ibu yang diberi motivasi agar tidak salah lagi.", ucap ibu.

"Yaa Allah tolong sisakan satu saja untukku pangeran seperti ayahku", tukas Damona.

"Sayang, selain kamu berdoa dan istiqomah, kamu juga harus bisa menjaga diri dan hati kamu. Prestasi kamu saat ini sudah sangat membanggakan ibu dan ayah. Dan ibu harap kamu bisa menjaganya, karena mempertahankan itu lebih sulit dibandingkan mendapatkan. Dan selalu bersyukur apapun yang kamu dapat tiap harinya. Jangan pernah berfikir kamu belum memberi apa-apa untuk kami. Senyuman yang hadir diwajahmu itu sudah memmberikan kami aba-aba bahwa kamu bahagia. Kalau kamu bahagia, pasti keluarga juga bahagia, InsyaaAllah", ucap ibunda sambil memeluk Damona.

Dan kegelisahan Damona yang ingin memiliki kekasih pun terobati dengan sebuah kasih sayang dari ayah dan ibundanya. Damona tidak lagi iri dengan teman-temannya yang memiliki kekasih. Karena bagi Damona, ayah dan ibunya lebih dari seorang kekasih. Dan dia selalu ingat pesan ibunda, kelak ada saat dimana dia merasakan kasih sayang dari seorang pangeran yang langsung meminangnya untuk kebahagiaannya dan meraih versi terbaiknya. Bukan untuk dikecewakan kemudian hari. Senyum lesung pipi Damona pun hadir kembali.


---------------------------------------the end------------------------------------------